Taman Nasional Sebangau (TNS) merupakan salah satu kawasan konservasi dengan hutan rawa gambut tropika tersisa dan penting di Kalimantan, bahkan dunia. Keberadaan kawasan seluas ± 537.451 hektar ini mampu mempengaruhi fungsi ekologis-hidrologis di sekitarnya. Kawasan Gambut Sebangau merupakan penyangga bagi tiga daerah aliran sungai (DAS) besar di provinsi Kalimantan Tengah, yaitu Sungai Katingan, Sungai Kahayan, dan Sungai Sebangau. Selain itu, kawasan gambut Sebangau juga menjadi rumah bagi beragam spesies ikonik dan langka, mempunyai peranan penting menjaga stabilitas iklim lokal, regional dan global serta menjadi sumber penghidupan masyarakat lokal yang tinggal di sekitarnya.
Pada Oktober 2004, kawasan gambut ini secara resmi menyandang status sebagai taman nasional. Hal tersebut didasarkan pada Keputusan Menteri Kehutanan No. SK 423/Kpts-II/2004 tanggal 19 Oktober 2004. Selanjutnya pada tanggal 2 Juni 2006 secara kelembagaan dan organisasi diberikan kewenangan pemangkuan pengelolaan TN Sebangau melalui Keputusan Menteri Kehutanan No.6186/Kpts-II/2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Taman Nasional.
Sejak penunjukan hingga sekarang TNS terus berbenah. Balai TNS berupaya mewujudkan tiga pilar konservasi yang diamanatkan dalam UU No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem, yaitu: perlindungan sistem penyangga kehidupan; pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya; serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Upaya-upaya intensif dalam menjalankan tugas fungsinya terus dilakukan. Dalam periode 2004-2019 tercatat telah empat kali mengalami pergantian. Sejak tahun 2019, BTNS dinahkodai Bapak Andi Muhammad Kadhafi S.Hut., M.Si., yang merupakan Kepala Balai kelima. Pria kelahiran Banjarmasin ini diharapkan dapat mengemban amanah dalam pengelolaan hutan rawa gambut tropika, mewujudkan TNS agar semakin banyak dikenal dan diketahui, baik ditingkat lokal, nasional, maupun internasional. Melalui restorasi ekosistem dan pengembangan ekowisata berkelanjutan diharapkan pula dapat menjadi magnet yang menarik minat orang untuk datang, belajar, dan melihat bagaimana praktik-praktik positif pengelolaan hutan gambut kelas dunia baik masyarakat, para pejabat pusat dan daerah, duta besar atau perwakilan negara sahabat, serta para peneliti nasional dan mancanegara.
Pada siang menjelang sore yang bermendung, Jumat (13/07/2021), Borneo Nature Foundation (BNF) Indonesia berkesempatan untuk berbincang-bincang dengan Bapak Andi di ruang kerjanya.
Dalam perbincangan santai tersebut, Suami dari seorang perempuan asal Raha-Sulawesi Tenggara yang juga Peneliti di Pusat Penilitian dan Pengembangan Hasil Hutan, KLHK, ini bercerita panjang tentang banyak hal, dimulai dari cerita masa kecilnya, keputusan mengabdi dalam upaya pelestarian hutan di Indonesia, hingga harapan-harapan ke depan dalam pengelolaan TNS.
Untuk mengenal lebih dalam sosok Kepala BTNS yang menjabat sejak tahun 2019 ini, berikut petikan wawancaranya :
Bisa diceritakan bagaimana masa kecil Pak Andi?
Saya sebenarnya berasal dari keluarga perantau. Pada tahun 1968, kedua orangtua saya merantau dari Sulawesi Selatan ke Banjarmasin dan bekerja dengan profesi sebagai Dosen di Universitas Lambung Mangkurat. Saya lahir tahun 1973 sebagai anak ke lima dari enam bersaudara. Pada saat usia saya lima tahun, ayah saya meninggal dunia karena sakit dan kemudian kami, enam bersaudara, dibesarkan dan dirawat oleh ibu saya sebagai orangtua tunggal yang menurut saya sangat hebat karena kami semua bisa menempuh jenjang pendidikan sampai dengan sarjana. Dengan berbagai keterbatasan saat itu, bahkan jika dilakukan saat zaman sekarang ini, sungguh tidak mudah membesarkan enam orang anak (saat itu yang tertua umur 10 tahun dan yang bungsu umur dua tahun), mencari nafkah dan menanamkan nilai-nilai agama kepada kami semua. Kehidupan kami sederhana dan bersahaja, karena masa-masa itu ibu masih merupakan dosen muda di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Lambung Mangkurat (ULM), namun kamu selalu bersyukur. Semoga almarhum ibu kami mendapatkan rahmat dari Allah SWT dan ditempatkan pada tempat terbaik bersama orang-orang beriman.
Saya menempuh pendidikan formal SD, SMP dan SMA di Banjarmasin, dan melanjutkan kuliah di Fakultas Kehutanan ULM di Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Awalnya, ketika SMA tertarik masuk ke fakultas teknik. Mengapa? karena dulu itu fakultas teknik termasuk fakultas bergengsi, seperti halnya fakutas kedokteran. Namun, saya saat itu mempunyai kakak sepupu yang sudah berkuliah di Fakultas Kehutanan ULM. Saya perhatikan kayanya asyik juga kuliah di kehutanan ketika mendengar cerita dari kakak saya ini. Singkat cerita, setelah lulus SMA saya mengikuti ujian masuk perguruan tinggi negeri dan memilih fakultas kehutanan.
Apakah hal itu yang kemudian mendorong Pak Andi memilih berkarir di Kementerian Kehutanan?
Menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan cita-cita dan keinginan banyak orang termasuk saya, apalagi jika bisa bekerja di instansi yang sesuai dengan pendidikan yang saya tempuh. Namun demikian, setelah saya lulus menjadi sarjana kehutanan pada tahun 1997, saya juga ingin merasakan terlebih dahulu bagaimana rasanya bekerja pada sektor swasta. Oleh karena itu, saya mencoba bekerja mencari pengalamam pada perusahaan pemegang HPHTI, PT.Tanjung Raya di daerah Bakanon yang terletak di hulu Sungai Barito, setelah satu tahun bekerja di sana kemudian saya merantau dan bekerja di Jakarta. Pada saat di Jakarta tahun 1999, terbuka peluang penerimaan CPNS di Kementerian Kehutanan dan kebetulan salah satu perusahaan kayu terbesar di Indonesia, PT. ITCI Kartika Utama juga membuka lowongan. Daripada bingung, saya ikut keduanya. Alhamdulillah saya malah diterima di kedua tempat tersebut. Sambil menunggu penempatan CPNS, saya mengisi waktu dengan bekerja di PT ITCI di site basecamp Kenangan Kalimantan Timur selama beberapa bulan dan setelah ke luar surat penempatan saya sebagai CPNS saya mengundurkan diri di perusahaan tersebut. Sampai sekarang hubungan silaturahim saya dengan mantan pimpinan saya di PT. ITCI Kartika Utama, Bpk. Ir. Bambang Supriambodo masih terjalin dengan baik.
Titik awal karir saya sebagai ASN adalah saat penempatan CPNS saya di Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Selatan sebagai Pengendali Ekosistem Hutan Ahli Pertama dan tempat tersebut menjadi kawah candradimuka saya pertama kali dengan berbagai dinamika lapangan dan permasalahan yg harus diselesaikan.
Tujuh tahun kemudian saya dipromosikan di Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun (BBTNBK) di Kalimantan Barat sebagai Kepala Seksi Wilayah 1 di Lanjak. Pada tahun 2009, saya dapat kesempatan melanjutkan kuliah S2 program studi Konservasi Biodiversitas Tropika di Institut Pertanian Bogor (IPB) selama dua tahun. Setelah itu kembali ke BBTNBK sebagai Kepala Sub Bagian (Kasubag) Umum. Tahun 2016 tepatnya bulan April dimutasi menjadi Kasubag Tata Usaha (TU) BKSDA Kalimantan Tengah dan selanjut pada akhir bulan Desember 2016, saya dipromosikan menjadi Kepala Bidang Pengelolaan Konservasi Wilayah 1 Sorong di Balai Besar Konservsi Sumber Daya Alam Papua Barat selama dua tahun dua bulan.
Kesempatan itu merupakan pengalaman baru bagi saya karena jauh sekali ke Papua Barat, namun saya selalu berprasangka baik dengan setiap takdir yang datang kepada saya. Ketika itu salah satu wilayah kelola yang menjadi tanggung jawab saya adalah termasuk kawasan konservasi di Raja Ampat yang sangat indah dan sangat terkenal di seluruh dunia sebagai destinasi selam terbaik di dunia.
Popularitas Raja Ampat menjadikan kami sering sekali kedatangan tamu para pejabat tinggi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), selain dari Ditjen KSDAE kami juga melayani tamu penting lainnya dari berbagai Direktorat Jenderal di KLHK. Penempatan saya di Papua Barat ternyata merupakan rahasia Allah SWT dan selain saya mendapatkan ilmu, wawasan dan persaudaraan di sana, hikmah lainnya yang saya dapatkan pada saat itu adalah saya lebih dikenal oleh para pimpinan KLHK. Sehingga pada tahun 2019 saya dipercaya dan dipromosikan untuk menjadi Kepala Balai TN Sebangau di Kalimantan Tengah hingga hari ini.
Menempuhi karir di KLHK dan beberapa kali menempati posisi kunci di berbagai unit apakah masih memungkinkan bagi Bapak mengerjakan hobi-hobi di luar pekerjaan?
Saya punya hobi yang agak unik sebenarnya. Dulu sewaktu kuliah saya sangat menyukai olah raga panjat tebing, yang pada saat itu bahkan hingga hari ini tidak banyak yang menyukai hobi ini. Sempat beberapa kali ikut kejuaraan di beberapa tempat dan alhamdulillah sempat menjadi pemanjat tebing pemula terbaik se Kalimantan pada tahun tahun 1994 pada kejuaraan nasinoal panjat tebing di Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Pemula di sini dimaksud kan adalah para atlet panjat tebing yang tidak masuk rangking 20 besar nasional saat itu, Jadi ya saingan lumayan juga, ha ha.
Hobi lainnya adalah ketertarikan saya dengan desain interior ruangan-ruangan, rumah dan bangunan. Sejak saya sekolah hingga kuliah walaupun kuliah di jurusan kehutanan, rumah ibu saya di Banjarmasin di beberapa bagian saya make over sendiri. Pada tempat kerja saya dahulu, sedikit banyak ada sentuhan ide-ide saya, seperti di kantor BBTNBK Putussibau, kemudian bangunan pusat informasi konservasi di Waisai Raja Ampat dan saat ini beberapa konsep-konsep yang ada di Kantor BTNS dan di resort, interior perpustakaan dan ruang sinema TNS sebagian merupakan ide dari saya dan dimatangkan oleh staf saya yang sangat hebat, ahli desain grafis kami di Sebangau, yaitu Aden (Ismin Ikhwannur).
Prinsip apa yang Bapak pegang selama bekerja?
Bagi saya kebersamaan itu tidak bisa hadir jika keadilan itu tidak tumbuh di kantor. Hal tersebut merupakan pesan juga dari Bapak Dirjen KSDAE Wiratno kepada saya. Pemimpin itu harus ramah (humble), mau bicara dengan semua orang, dan harus memanusiakan manusia.
Selain itu prinsip lain yang juga ditekankan oleh Dirjen KSDAE adalah dalam melaksanakan dan memutuskan dalam tata kelola kawasan konservasi harus berbasis pada lima pilar utama, yaitu regulation based, scientific based, experience based, evidence based dan prinsip kehati-hatian. Hal ini lah yang menjadi pegangan kami dalam melangkah dan mengawal visi misi pengelolaan TNS.
Dalam dua tahun terakhir, paling tidak dalam penentuan hal strategis di Sebangau seperti halnya pembuatan sekat kanal, pemasangan alat Rodd Surface Elevation Table (RSET), instalasi ground water level, pembuatan sumur bor, monitoring populasi satwa liar dan lain sebagainya, kami lakukan kajian yang sangat dalam dan komprehensif. Hal ini agar keluaran kegiatan nantinya bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah, tepat sasaran, tepat guna, tepat lokasi, serta mempunyai bentuk dan mutu yang baik dan bisa bertahan lama. Staf di TN Sebangau mempunyai potensi dan keahlian yang sangat baik sehingga saya dorong mereka untuk menulis karya mereka dalam sebuah buku. Saat ini paling tidak sudah ada enam judul buku yang diterbitkan oleh BTNS dalam dua tahun terakhir.
Menurut Bapak, masalah kehutanan di Kalimantan seperti apa? Khususnya di Sebangau ini?
Dalam konteks konservasi, di seluruh Indonesia ada lebih dari 6.000 desa yang berdekatan dengan kawasan konservasi dan ada kurang lebih 10 juta penduduk yang hidup berdampingan pada lebih kurang 27 juta hektar kawasan koservasi. Hal ini juga menjadi bagian dari tugas kita untuk bersama membangun kawasan konservasi ini bersama masyarakat. Sebagai contoh adalah di TN Sebangau ini sendiri. Dalam perjalanannya telah melahirkan tokoh-tokoh peralihan dari yang dulunya bekerja memanfaatkan sumber daya alam beralih ke kegiatan ekowisata. Di Kereng Bangkirai ada Pak Sabran dan rekan-rekan masyarakat lainnya, di Katingan kami mempunyai Pak Jeki yang terus berjuang pariwisata alam desa dapat memberi manfaat. Di Pulang Pisau kami memiliki para kades yang selalu siap memberikan informasi kejadian di sekitar kawasan. Intinya, kami tidak dapat berjalan tanpa kepedulian dan peran masyarakat sekitar. Ketokohan beliau-beliau ini sangat membantu kami dalam merangkul masyarakat untuk bersama-sama membangun kawasan.
Namun, terkadang permasalahan juga dapat terjadi sebaliknya dengan adanya interaksi masyarakat dengan kawasan konservasi dan salah satunya adalah adanya permasalahan tenurial, yaitu pada beberapa tempat terdapat klaim sepihak masyarakat terhadap kawasan. Begitu juga halnya dengan di TNS, namun demikian kami selalu duduk bersama masyarakat dan pemerintah daerah untuk mencari solusi permanen dari konflik tenurial tersebut, di antaranya melalui skema kemitraan konservasi. Jika memang terindikasi pidana tentu saja solusi yang diambil adalah berbeda.
Jika kita berbicara agak umum terkait permasalahan kehutanan lainnya dalam sudut pandang saya adalah dalam penentuan fungsi kawasan hutan saat ini seperti penentuan tata ruang wilayah ataupun tata guna hutan, belum terlalu berbasis pada persebaran atau distribusi spasial satwa, terutama satwa terancam punah yang masuk dalam kategori spesies payung. Oleh sebab itu, ketika menentukan bahwa suatu wilayah menjadi hutan lindung, hutan produksi, hutan produksi yang dapat dikonversi dan areal penggunaan lain, habitat-habitat satwa tersebut malah menjadi terfragmentasi, contohnya di Kalteng ini orangutan, kalau di tempat lain mungkin harimau atau gajah. Kita seringkali mendapati orangutan, harimau atau gajah masuk ke kebun dan permukiman dan kemudian terjadi konflik antara manusia dan satwa. Korban bisa terjadi baik pada manusia maupun satwa. Menurut studi-studi yg telah dilakukan sebelumnya, 70% habitat orangutan itu berada di luar kawasan konservasi. Keberadaan orangutan di luar kawasan yang terproteksi ini yang menjadi perhatian kita semua untuk pelestariannya.
Saat ini analisis dan perencanaan kawasan hutan sendiri sudah mengarah kepada habitat-habitat satwa kunci tersebut, namun tentu saja butuh waktu untuk mewujudkannya ke kondisi ideal, peran serta dukungan dari pemerintah daerah sangatlah penting. Satwa liar penting dan manusia juga penting sehingga bagaimana kita dapat hidup berdampingan pada masa yang akan datang menjadi tugas kita saat ini untuk mendesainnya.
Di bawah kepemimpinan Bapak, ke depan Sebangau akan Anda bawa ke mana?
TN Sebangau ini cita-citanya mulia dan cukup tinggi juga, yaitu menjadi center of excellence gambut di Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut, yang menjadi salah satu target jangka pendek adalah menjadikan TNS sebagai research center untuk restorasi dan konservasi ekosistem gambut tropika dunia. TN Sebangau bahkan, menurut beberapa kolega maupun para ahli gambut disebut sebagai salah satu ekosistem gambut paling penting di planet ini.
Mengacu pada literatur, Indonesia merupakan negara dengan kawasan gambut terluas ketiga di dunia setelah Brazil, dengan luas 22,5 juta hektar. Hal ini memungkinkan negara kita menyerap 30% karbon dunia. Peran ini sering disampaikan Ibu Menteri LHK maupun Bapak Wakil Menteri dalam pertemuan di tingkat dunia.
Dari yang kami pelajari sejauh ini, luas dataran gambut sendiri di seluruh dunia hanya 3 % dari seluruh daratan, namun kemampuannya menyimpan karbon setara dengan dua kali lipat kemampuan hutan nongambut menyimpan CO2. Jadi, bisa Anda bayangkan, menjaga TN Sebangau dan areal bergambut Indonesia agar tidak terjadi kebakaran saja sudah menjadi prestasi besar bagi kita. Jika intervensi melalui restorasinya berjalan InsyaAllah akan mampu memberikan nilai kepercayaan pada dunia bahwa kita fokus dan serius dalam melestarikan hutan gambut, salah satunya kawasan TN Sebangau.
Secara bertahap kami ingin menggapai visi dan cita-cita tersebut. Seperti yang saya sampaikan di awal, dukungan dan arahan dari Ibu Menteri LHK, Pak Dirjen KSDAE dan berbagai pemangku kepentingan yang ada semuanya dalam rangka mewujudkan hal tersebut.
Pemulihan ekosistem melalui pembangunan lebih dari 1.800 sekat kanal, intervensi penanaman dengan luas ribuan hektar mulai dari 2004 sampai dengan saat ini serta berbagai kegiatan lainnya merupakan langkah kami menuju ke arah cita-cita tersebut.
Kami ingin paling tidak menjadi contoh pada tingkat lokal terlebih dahulu, baik dalam hal tata kelola manajemennya, sumber daya manusia, baseline logic pada tahapan pekerjaan, hingga pada sarana prasarana restorasi ekosistem. Kita ingin semua bisa menjadi model paling tidak pada tingkat lokal di Palangka Raya dan Kalimantan. Tentu saja kami banyak kekurangan, oleh karena itu saran dan masukan dari pimpinan dan berbagai pihak selalu menjadi bahan perbaikan untuk kami.
Fokus Sebangau akan seperti apa?
Sebenarnya di setiap wilayah Sebangau memiliki potensi dan ciri khasnya masing-masing sesuai zonanya. Ada tempat yang ingin kita fokuskan ke pengamatan orangutan, tapi bisa juga jika orang wisata atau penelitian di situ. Saya ingin mengoptimalkan semua potensi yang ada di situ.
Tentu saja mandat utama kita untuk restorasi ekoistem gambut ini menjadi perhatian utama. Artinya, bagaimana dapat mempertahankan tinggi muka air seoptimal mungkin sehingga gambut itu dapat selalu basah. Jika gambut tetap basah, artinya terjadi suksesi alami. Selanjutnya jika suksesi alami terjadi, otomatis rumah (habitat) baru untuk orangutan akan semakin luas tersedia.
Sebenarnya saya ingin TNS ini sebanyak mungkin memberikan manfaat bagi Kalimantan Tengah hingga Indonesia. Oleh sebab itu, beberapa macam program tadi juga tidak terlepas dari dukungan masyarakat sehingga program kita sebanyak mungkin melibatkan masyarakat agar TNS maju begitu pun juga masyarakat di sekitar TNS akan turut terdampak untuk maju.
Apa saja yang sudah tercapai oleh TNS?
Di Sebangau kita berpacu dengan waktu untuk sesegera mungkin merestorasi kawasan TNS. Dulu zona rehabilitasi TNS awalnya adalah kalau tidak salah sekitar 70.000 hektar. Kemudian dengan berbagai upaya dan intervensi yang masif, zona rehabilitasi tersebut pada tahun 2015 turun menjadi sekitar 53.000 hektar dan hingga saat ini kita sedang melakukan revisi zonasi rehabilitasi dimana terjadi lagi penurunan luas zona menjadi sekitar 43.000 hektar. Artinya, ada keberhasilan dari proses yang telah dilakukan dari tahun 2004 hingga saat ini.
Bagaimana BTNS membangun kerja sama dengan para mitra?
TNS dengan para mitra telah berjalan bagus, prinsip mitra TNS adalah filling the gap dari fungsi-fungsi TNS yang saat ini belum kita capai dapat dioptimalkan oleh mitra-mitra dari TNS. Tentu saja ada mitra yang datang dan pergi, tetapi prinsipnya kita mengarahkan bagaimana kemampuan TNS dapat dioptimalkan dengan kehadiran para mitra. Mitra ini bukan hanya lembaga yang sudah bekerja sama, namun juga pemerintah provinsi, pemerintah kota, dan pemerintah kabupaten juga merupakan mitra kami.
Saya juga ingin bercerita tak ada kondisi ideal dalam pengelolaan kawasan konservasi yang memiliki ciri dan karateristik masing-masing. Dengan 53 pegawai kami dibantu oleh 65 tenaga terampil dari masyarakat (PPNPN dan Manggala Agni). TN Sebangau berupaya memenuhi semua sarana prasarana minimal pengelolaan hingga di tingkat tapak. Dari berbagai keterbatasan itu, bekerja bersama adalah kunci untuk mengatasinya. Bekerja ikhlas dan bekerja cerdas adalah solusi dari berbagai keterbatasan.
Harapan Bapak untuk TNS?
TN Sebangau semakin terjaga dan lestari mampu memberikan manfaat bagi masyarakat, pemerintah daerah dan negara kita tercinta Indonesia.
Bagaimana BTNS membangun konsep konservasi yang sinergis dengan kebutuhan pembangunan?
TN Sebangau ini adalah kawasan konservasi yang sistem pengelolaannya menggunakan zonasi, ada zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan, zona tradisional, dan seterusnya. Dengan adanya masyarakat lokal beberapa wilayah yang menjadi tempat masyarakat mencari nafkah menjadi zona tradisional yang tentu melalui identifikasi, penilaian dan kesepakatan dengan masyarakat dan desa. Sinergi dengan pihak pemerintah daerah dan pusat terus kami lakukan guna mewujudkan pengembangan destinasi wisata dan mengenalkan gambut sebangau kepada dunia salah satunya melalui pembangunan Pusat Informasi Gambut Tropika Dunia yang ada di Sebangau akan disinergikan dengan pembangunan Kota Palangka Raya.
TN Sebangau merupakan bagian entitas kelembagaan dari Direktorat Jenderal KSDAE Kementerian LHK. Rencana-rencana besar Direktorat Jenderal KSDAE menjadi acuan pengelolaan dalam target keluaran pengelolaan yang biasa kita sebut indikator kinerja ada utama ada yang sifatnya bidang kegiatan. Setiap target telah tertuang dalam dokumen rencana pengelolaan, rencana strategis ataupun rencana kerja yang durasi waktunya lebih singkat dan diaktualisasikan dalam dokumen anggaran pemerintah (APBN). Semuanya kami optimalkan sebaik mungkin.
TN Sebangau akan terus bekerja guna capaian kinerja terbaik, mulai dari memulihkan ekosistem dan sistem hidrologi gambut, menjaga, dan menanggulangi karhutla. Kami juga terus meningkatkan peran serta masyarakat dalam upaya pengelolaan, membangun berbagai sarana prasarana baik secara mandiri maupun bersama mitra kerja agar semua potensi dan manfaat TN Sebangau dalam berbagai perspektif dapat kita nikmati bersama secara maksimal.
Terus bekerja, bekerja dan bekerja, meski dalam senyap.
Karena konservasi adalah jalan hidup yang telah dipilihkan oleh Allah SWT, Tuhan YME kepada kami.